5 stars or more!
Judul: Tuesdays with Morrie
Penulis: Mitch Albom
Genre: Inspirational, Non-Fiction, Memoir, Psychology
Sinopsis:
"Saya suka buku ini... sebuah kisah nyata yang seperti lembayung senja masih meninggalkan terang dan kehangatannya bagi kita." Amy Tan
Bagi Anda mungkin ia sosok orangtua, guru, atau teman sejawat. Seseorang yang lebih berumur, sabar dan arif, yang memahami Anda sebagai orang muda penuh gelora, yang membantu Anda memandang dunia sebagai tempat yang lebih indah, dan memberitahu Anda cara terbaik untuk mengarunginya. Bagi Mitch Albom, orang itu adalah Morrie Schwartz, seorang mahaguru yang pernah menjadi dosennya hampir dua puluh tahun yang lampau.
Barangkali, seperti Mitch, Anda kehilangan kontak dengan sang guru sejalan dengan berlalunya waktu, banyaknya kesibukan, dan semakin dinginnya hubungan antarmanusia. Tidakkah Anda ingin bertemu dengannya lagi, untuk mencari jawab atas pertanyaan-pertanyaan besar yang masih menghantui Anda, dan menimba kearifan guna menghadapi hari-hari sibuk Anda dengan cara seperti ketika Anda masih muda?
Bagi Mitch Albom kesempatan kedua itu ada karena suatu keajaiban telah mempertemukannya kembali dengan Morrie pada bulan-bulan terakhir hidupnya. Keakraban yang segera hidup kembali di antara guru dan murid itu sekaligus menjadi sebuah ''kuliah'' akhir: kuliah tentang cara menjalani hidup. Selasa Bersama Morrie menghadirkan sebuah laporan rinci luarbiasa seputar kebersamaan mereka.
My Review:
Rasanya tidak salah kalau saya bilang buku ini bukan sekedar bacaan semata tapi sebuah hadiah yang bakal terus saya ingat sampai seumur hidup saya. Tiab bab buku ini mengajarkan banyak sekali hal berharga tentang kehidupan, hal-hal yang membuka mata saya lebih lagi tentang bagaimana menjalani kehidupan dengan lebih baik... juga menyadarkan saya bahwa hal-hal yang sudah berlalu dari hidup saya juga merupakan pelajaran tersendiri yang begitu berharga.
Dan tentunya, buku ini juga memberikan semangat baru buat saya (dan saya yakin juga buat semua orang yang membacanya) untuk menyikapi hidup dengan pandangan yang benar. Bahwa tujuan hidup manusia bukanlah harta, status, popularitas... tapi untuk memberikan hidup kita buat orang-orang yang ada di sekitar kita dengan penuh kasih.
Ada satu kisah yang diceritakan Morrie di buku ini yang membuat saya tersenyum. Dulu, saya selalu merasa sesak bila harus terus-terusan ada di rumah bersama keluarga saya. Ada-ada saja alasan yang saya temukan untuk saya berkeluh-kesah hingga akhirnya membuat saya merasa muak dan ingin pergi jauh-jauh, tinggal sendiri dan berpikir dengan begitu saya bisa menjalani hidup saya dengan lebih baik.
Saya... adalah tipikal orang yang tak bisa dengan mudah mengungkapkan apa yang ada di hati saya pada orang-orang rumah karena trauma masa kecil di mana saya merasa tidak satu pun dari mereka yang mau tahu apa yang saya inginkan dan mereka seringkali menyepelekan apa yang saya cita-citakan.. bahkan menjatuhkan saya dengan berkata saya tak mungkin menggapai apa yang saya impikan. Dan itu menyebabkan saya sampai dewasa merasa saya tak perlu lagi mengatakan apa-apa karena saya takut dengan penolakan yang mungkin akan saya dapatkan. Lalu pada suatu hari saya mengetahui saya sakit. Dan penyakit itu membuat saya melepas mimpi-mimpi saya. Keinginan saya untuk menjadi penyanyi, keinginan saya untuk bekerja di bidang entertainmen... sampai gairah saya untuk menulis cerita. semuanya lenyap begitu saja karena saya begitu mengasihani diri saya sendiri. Kebodohan lain yang kemudian menyusul, saya benar-benar pergi dari rumah. Saya sengaja mencari pekerjaan yang membuat saya harus menyewa kamar kos dan pulang seminggu sekali.
Saat itu... saya merasakan kebebasan. Saya tak perlu mendengar hal-hal yang tak ingin saya dengar. Saya juga tak perlu takut ketahuan ketika penyakit saya kambuh dan membuat saya terpaksa menahan rintihan saya. Juga... saya memang waktu itu berpikir untuk tidak menambah kesulitan keluarga yang sedang bangkrut.
Saya tahu perbuatan saya waktu itu salah. Tapi tetap saja... seperti yang Tuhan katakan lewat firman-Nya, tak ada sesuatu pun yang terjadi tanpa campur tangan-Nya. Semua hal yang terjadi adalah rencana-Nya. Dan semuanya adalah baik.
Karena saya sakit, banyak teman-teman yang meninggalkan saya. Satu per satu mulai hilang. Teman yang biasanya menelepon saya setiap minggu untuk mengajak saya jalan-jalan, hilang. Saya tahu mereka malas mengajak saya karena tubuh saya yang lemah waktu itu seringkali menghambat dan membuat acara yang seharusnya menyenangkan jadi tidak enak. Dan saya cukup tahu diri untuk menyadari bahwa keberadaan saya membebani mereka. Membuat kesenangan mereka berkurang. Jadi, saya tidak berusaha mencari mereka. Saya menikmati kesendirian saya.
Banyak yang pergi... tapi ternyata Tuhan memang tidak pernah meninggalkan saya. Dia memberi saya teman-teman baru yang dengan senang hati membantu saya, menolong saya tiap kali saya butuh. Teman-teman yang selalu datang saat saya menelepon mereka, teman-teman yang siap ketika penyakit saya kambuh di tempat yang tidak tepat. Mereka mau menggandeng saya, membawakan barang-barang saya. Saya jadi tahu... siapa yang benar-benar teman sejati dan siapa yang bukan.
Teman-teman baru saya ini selalu memaksa saya untuk pulang ke rumah karena mereka khawatir dengan kondisi saya. Tapi waktu itu saya selalu berkelit. Selalu menolak. Meski begitu pada akhirnya, saya memutuskan untuk pulang lagi ke rumah. Menghadapi semuanya. Memberitahu orangtua tentang kesehatan saya dan menjalani apa pun yang harus saya jalani. Ajaibnya, tak lama setelah itu kesehatan saya berangsur-angsur pulih... saya tak perlu menjalani pengobatan yang seharusnya dijalani oleh orang-orang yang mengalami penyakit seperti saya. Saya sembuh.
Ketika saya membaca kata-kata Morrie tentang keluargalah... saya sadar bahwa di dunia ini... orang-orang yang akan terus ada di samping saya adalah keluarga. Orang-orang yang mati-matian saya hindari selama ini. Saya tak bisa menggantungkan diri pada teman, pada pacar... karena pada akhirnya, yang akan selalu ada di sisi saya dan mendukung saya adalah orangtua saya.
Buku Tuesdays with Morrie ini... kalau harus dijabarkan satu per satu... bisa-bisa review saya akan jadi satu buku sendiri. Daripada begitu... bukankah lebih baik kalau Anda membacanya sendiri dan mendapatkan pengalaman pribadi bersama Morrie?
Dan selalu ingat... bahwa Tuhan selalu bekerja pada waktu-Nya. Di waktu yang tepat, bukan di waktu yang kita inginkan. Saya yang sempat merasa mimpi saya sudah berakhir, ternyata kini diberikan jalan untuk menggapai salah satu mimpi saya... untuk menjadi penulis. Saya... akan mendaki bukit mimpi saya dengan sebaik-baiknya meski perjalanan itu bukanlah perjalanan yang mudah. Saya akan terus maju.
SEMANGAT!!